header coretan ibu kiya

Pilu

Posting Komentar
Fiksi
Pict from : today.line.me

“Selamat siang, Mbak Arum ya? Ini ada titipan memo dari Mas ganteng yang di pojok sana.” Pelayan cantik berambut panjang itu menunjuk kursi makan dekat pintu keluar. “Lhoh, kok sudah pergi orangnya,” katanya kebingungan, kemudian pergi setelah mengucap permisi.

Kupandangi kertas berwarna ungu di meja. Mas ganteng? Perlahan kubuka lipatan kertas itu, tanpa nama. Aneh, di zaman milenial seperti sekarang masih musim ya surat-suratan begini? Ada-ada saja. Kalau memang kenal kan bisa kirim pesan via whatsapp saja. Praktis, dan mengurangi sampah juga. Hhh …. Geli, kesal, juga penasaran membuatku senyum-senyum sendiri.

Apa kabar?
Kuharap Engkau selalu dalam dekapan rasa bahagia.
Engkau masih sama seperti dulu. Murah senyum dan tampak memesona.
Ah, andai bisa mengulang waktu … takkan kubiarkan Engkau menghilang dari sisiku.

Tak perlu kau cemaskan keberadaanku. Aku selalu bahagia untuk kebahagiaanmu. Tak secuil pun rasa sesal menghampiri.

Semua yang terjadi, akan menetap dalam hati ini. Meski ragamu tak lagi kumiliki, kenangan tentangmu akan kukunci hingga akhir hayat ini.

Dariku,
yang pernah menetap di hatimu.

Rasa sesak menyeruak dalam dada. Tak butuh waktu lama untukku mengenali pemilik tulisan indah ini. Serta merta aku berlari ke luar restoran. Kusapukan pandangan ke seluruh sudut yang mampu kujangkau dengan mata telanjang. Nihil. Tak kutemukan sosokmu.

Ke mana Engkau pergi? Bagaimana keadaan saat ini? Tidakkah kau tahu, aku pun begitu merindukanmu. Meski raga kita tak dapat lagi bersatu, tapi rasa ini enggan beranjak dari hatiku. Dengan langkah gontai aku kembali ke tempat duduk. Pandanganku mulai kabur oleh genangan kristal bening yang tak mampu lagi kubendung.

***

Seok Hyeon

Siang ini, aku kembali ke sini. Tempat kita mengukir kenangan, yang tak pernah mampu kuhapus dari ingatan. Seperti biasanya, sudah pasti akan kupilih tempat favoritmu. Meja di sudut ruangan dekat jendela yang menghadap ke taman.

Katamu, melihat hijau dedaunan itu menyejukkan. Mampu menghalau rasa kesal dan segala kegundahan. Meski nyatanya kalau sedang ada masalah, duduk di sini tetap saja tak menghentikanmu meluapkan amarah.

Baru dua langkah aku memasuki pelataran restoran, kulihat sosokmu di sana. Arum? Ah, apa ini hanya halusinasiku belaka? Bukankah kamu sudah pulang ke Indonesia? Kutatap lekat-lekat dirimu yang masih asyik bermain dengan laptop ungu. Warna favoritmu. Benar, itu dirimu.

Langkahku terhenti, teringat atas komitmen yang sudah kubuat sendiri. Ya, aku tak akan mengganggu kehidupanmu lagi. Meski waktu yang telah berlalu tak mampu memadamkan api cinta yang ada di hatiku. Tak mengapa. Aku tak pernah menyesal dengan pertemuan kita.

Kuambil secarik kertas dari dalam tas. Meski raga kita tak mungkin bertemu, kuharap tulisan ini mampu menyampaikan rasa rinduku padamu.

Tak kusangka, reaksimu di luar ekspektasi. Kukira engkau tak akan kebingungan mencari ku seperti itu. Bahkan mungkin sudah tak mengenali tulisanku.

Arrgghh ... mengapa kita dilahirkan dalam perbedaan ini? Kupukul dinding dengan keras. Nyeri dadaku menyaksikanmu. Engkau begitu dekat denganku. Duduk dalam diam di seberang gedung ini, tapi tak mampu ragaku untuk menghampiri.


___

#KelasFiksiOdop6
#OneDayOnePost
#TantanganSonglit
#fiksi

*Terinspirasi dari lagu Love Scenario




Nining Purwanti
Selamat datang di blog Ibu Kiya. Ibu pembelajar yang suka baca, kulineran, jalan-jalan, dan nonton drama Korea. Selamat menikmati kumpulan coretan ibu Kiya, semoga ada manfaat yang didapat ya. ��

Related Posts

Posting Komentar