header coretan ibu kiya

Komunikasi Produktif

Posting Komentar
Bunda Sayang
Komunikasi Produktif

Selisih paham seringkali muncul bukan karena isi percakapan, melainkan dari cara penyampaiannya. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk belajar cara berkomunikasi produktif.

Pepatah bijak mengatakan, teko berisi teh tidak akan mugkin mengeluarkan kopi. Seperti itu pula dengan diri kita. Apa yang keluar dari mulut kita adalah cerminan dari pola berpikir kita. Apabila kita selalu berpiki positif, maka yang akan keluar dari mulut kita juga kata-kata positif. Sebaliknya, jika hati kita dipenuhi dengan prasangka, otak kita terdorong untuk berpikir negatif, maka yang keluar dari mulut kita juga kalimat-kalimat negatif yang akan meyakiti orang lain, dan menimbulkan permasalahan.


Kedewasaan seseorang menjadi faktor penting dalam berkomunikasi, terutama untuk komunikasi dua arah. Maka, memperhatikan dengan siapa kita berbicara, menjadi faktor utama agar komunikasi bisa berjalan dengan baik. Pada kuliah bunda sayang, materi komunikasi produktif, kami diajarkan cara-cara berkomunikasi produktif dengan pasangan, dan anak. Dari penjabaran materi, dan hasil diskusi dapat diambil simpulan sebagai berikut.

I. KOMUNIKASI DENGAN PASANGAN

Dalam berkomunikasi dengan orang dewasa, terutama suami, kita perlu memperhatikan Frame of Reference (FoR) dan Frame of Experience (FoE).

FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep, dan tata nilai yang dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan orang tua, buku bacaan, pergaulan, indoktrinasi, dll.

FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang.

Kita perlu memahami bahwa setiap individu memiliki FoR dan FoE yang berbeda, maka wajar jika dalam berkomunikasi muncul perbedaan pendapat dan pandangan.

Komunikasi dilakukan untuk membagikan yang kutahu kepadamu, sudut pandangku agar kau mengerti. Demikian pula sebaliknya. Permasalahan yang muncul dalam berkomunikasi umumnya karena adanya pemaksaan pendapat dan pandangan seseorang kepada lawan bicaranya. Oleh karena itu, perlu penerimaan dan kesadaran setiap individu untuk saling menghargai pendapat agar tidak menimbulkan permasalahan.

Dalam diri seseorang ada komponen nalar dan emosi. Bila nalar pendek, emosi tinggi. Komunikasi antara dua orang dewasa berpijak pada nalar. Komunikasi pada anak-anak atau orang yang sudah tua, sarat dengan aspek emosi. Oleh karena itu, komunikasi dengan pasangan (suami) seharusnya mengedepankan nalar daripada emosi.

Apabila emosi sedang tinggi, sebaiknya redakan dahulu, dengan pergi menjauh, atau berdiam diri di tempat yang nyaman untuk sendiri. Karena jika saat marah kita tetap berkomunikasi, bukan penyelesaian yang didapat, justru permasalahan semakin menjadi.

Ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas dan produktivitas komunikasi dengan pasangan, yaitu :

1. Kaidah 2C (Clear and Clarify)
Sampaikan dengan kalimat yang jelas, dan mudah dipahami. Jangan pakai kode-kode yang sulit dimengerti, ya Mak. Hihihiiii … hayoo, siapa yang masih suka kode-kodean.
Misal : Si mama ingin dibelikan nasi goreng. Dalam berkomunikasi dengan suami, bukannya langsung bilang, “Pah, Mama mau dibelikan nasi goreng.”
Eh, malah tanya, “Papah laper nggak?”. Giliran dijawab iya doang, marah-marah tanpa kejelasan. Wkwkwkkk … wanita itu memang sulit dipahami. đŸ™ˆ

Selain itu, berikan kesempatan pada pasangan untuk melakukan klarifikasi apabila ada yang tidak dipahami ucapan atau penjelasannya.

2. Choose the Right Time

3. Kaidah 7-38-55
Albert Mehrabian menyampaikan bahwa, pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap (felling and attitude), aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi. Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah intonasi suara (38%), dan bahasa tubuh (55%).

Jadi, saat berkomunikasi, lawan bicara kita menilai kesesuaian antara kata-kata, intonasi, dan bahasa tubuh kita. Jika tidak sinkron, intonasi dan bahasa tubuhlah yang lebih dipercayai.

4. Intensity of Eye Contact

5. Kaidah I’m Responsible for My Communication Results
Hasil komunikasi menjadi tanggung jawab pemberi pesan. Maka, sebagai penyampai pesan kita harus mampu memahami respon pendengar. Apabila lawan bicara tidak paham dengan apa yang kita sampaikan, cari strategi lain supaya menjadi lebih mudah dipahami, dan tidak terjadi miskomunikasi.


II. KOMUNIKASI DENGAN ANAK

Anak memiliki gaya komunikasi yang unik. Mereka belum tentu memahami apa yang kita sampaikan, tetapi mereka tidak akan pernah salah dalam meng-copy apa yang dilihat dan didengar. Oleh karena itu, kita seharusnya belajar cara berkomunikasi produktif, bukan memaksa anak untuk memahami gaya bahasa orang tuanya.

Cara-cara yang bisa kita gunakan dalam berkomunikasi produktif dengan anak antara lain sebagai berikut :

1. Keep Information Short & Simple (KISS)
2. Kendalikan Intonasi Suara dan Gunakan Suara Ramah
3. Katakan Apa yang Kita Inginkan, Bukan yang Tidak Kita Inginkan
4. Fokus ke Depan, Bukan Masa Lalu
5. Ganti Kata “Tidak Bisa” menjadi “Bisa”
6. Fokus pada Solusi, Bukan Masalah
7. Jelas dalam Memberikan Pujian dan Kritikan
8. Ganti Nasihat menjadi Refleksi Pengalaman
9. Ganti Kalimat Interogasi dengan Pernyataan Observasi
10. Ganti Kalimat yang Menolak/ Mengalihkan 11. 11. Perasaan dengan Kalimat yang Menunjukkan Empati
12. Ganti Perintah dengan Pilihan

Semoga dengan menerapkan cara-cara di atas, komunikasi kita dengan suami dan anak-anak semakin baik dan efektif. Semangat berubah, demi hidup yang lebih indah dan berkah. đŸ˜‰đŸ˜‡
___

Sumber Informasi :
Materi dan Diskusi Kelas Bunda Sayang Jateng Batch 4

#komunitasonedayonepost #onedayonepost #ODOP_6 #Day9

Nining Purwanti
Selamat datang di blog Ibu Kiya. Ibu pembelajar yang suka baca, kulineran, jalan-jalan, dan nonton drama Korea. Selamat menikmati kumpulan coretan ibu Kiya, semoga ada manfaat yang didapat ya. ��

Related Posts

Posting Komentar