Memerintah tanpa Emosi

Komprod Day 2

Jumat pagi ini dibuka dengan momen manis dan tak terlupakan. Kiya bangun jauh lebih awal dari biasanya, barangkali masih tersugesti dengan kata 'bisa bangun pagi’ semalam.

“Ibu, ini masih pagi to? Kok di luar masih gelap.”

“Iya, sayang.” (sambil senyum dan mencium kedua pipinya)

“Wah, Kiya bisa to Bu, bangun pagi.”

“Iya ya. Kiya hebat, bisa bangun lebih awal dari biasanya.” ucapku dengan bangga.

“Terima kasih, Buk. Sudah ajari Kiya bangun pagi.” ucapnya sumringah sambil memeluk berat tubuhku.

Huhuhuuu … ibu pun meleleh jadinya.

***

Selama ibu menyelesaikan pekerjaan, Kiya asyik bermain pasir. Pasir kinetik mainannya berceceran di mana-mana, sementara waktu sudah beranjak siang, sudah saatnya ibu nyuci dan juga waktunya Kiya untuk mandi.

“Sayang, dibereskan ya mainannya. Sudah mulai siang.”

“Nanti dulu, sedikiiit lagi. Ya, Bu.”

“Okey. Sebentar lagi ya. Nanti kalau ibu ingatkan, Kiya siap bereskan.”

Dia pun mengangguk. Biasanya, kalau dia masih asyik bermain seperti ini akan terjadi tarik ulur, yang berujung pada rentetan kecerewetan ibu, dan cemberutnya Kiya melakukan tugas di bawah tekanan. (Duhh … jangan ditiru ya, sungguh Ibu Kiya masih perlu belajar banyak soal mengendalikan emosi ini) 🙈

Teringat materi komunikasi produktif kemarin, agar komunikasi produktif dengan anak berjalan dengan lancar, kita harus mampu mengendalikan emosi, dan bisa mengganti perintah dengan pilihan.

“Dek, ibu mau nyuci. Kiya mau ikut main air?”

Kiya pun mengangguk dengan senang.

“Kalau Kiya mau ikut, mainannya harus dibereskan dulu.”

“Ahhh … ibu to yang beresin.” pintanya dengan manja.

“Yang mainan Kiya apa ibu?”

“Kiya.”

“Katanya Kiya mau jadi anak yang bertanggung jawab seperti Rasulullah. Berarti siapa yang harus beresin?”

“Kiya.” sambil tersenyum sok manis karena malu, dan taraaa … dia pun langsung beres-beres tanpa ibu paksa. Meski hasilnya belum rapi, dan bersih sempurna, paling tidak si cinta sudah mau mencoba. Good job, sayang. 😘