Komprod Day 3 |
“Ibu, Kiya keluar sebentar ya.” ucap si Cinta.
Dari kecil, ia memang sudah terbiasa meminta izin terlebih dahulu sebelum melakukan sesuatu. Bahkan hanya untuk keluar di teras rumah seperti sore ini.
Si Ayah sedang asyik duduk di depan televisi, sementara aku masih uplek di dapur merebus air untuk diisikan ke dalam termos.
Tak selang beberapa lama, tiba-tiba terdengar suara putri kecilku sedang meledek sesuatu, “Wlek … wlek … wlek … wlekkk ….”
“Kiya, jangan gitu sayang.” teriak si ayah dari dalam. Namun, si Cinta (panggilan sayangku untuk Kiya) masih tetap bertahan.
Kutajamkan pendengaranku, sepertinya aku masih belum perlu turun tangan. Beberapa saat berlalu, tiba-tiba putri kecilku sudah muncul dari balik tangga.
“Ibuk, Ibuk … tadi mbak saja wlek wlek-in Kiya. Kiyanya ndak suka, jadi Kiya ikutan wlek wlek-in Mbak Sasa.” ucapnya sambil.memasang wajah cemberut.
Kuletakkan tutup termos yang kupegang, kuhampiri buah hatiku yang sudah tak sabar. Ia pun membenamkan wajahnya di tubuhku. Kuelus lembut kepala dan punggungnya, membiarkan ia menumpahkan segala kekesalannya.
“Kiya sedih?” tanyaku pelan, dan ia memberikan jawaban berupa anggukan.
“Sedih kenapa? Sini cerita sama Ibu.” Kuajak ia duduk di lantai, berhadap-hadapan, masih dalam posisi berpelukan.
“Kiya kan tadi punya kayu kecil (tangkai pohon yang biasa ia gunakan untuk bermain bersama teman-temannya), terus Kiya kasih buat mbak Sasa sama mbak Bila satu-satu. Sama mbak Sasa sama mbak Bila malah ndak disimpan. Kan itu ndak boleh, ndak sopan ya, Bu.” jawabnya sambil ngos-ngosan mengatur napas.
“Iya, sayang. Wah, Kiya hebat, Kiya tahu kalau tidak menghargai pemberian orang itu tidak baik, tidak sopan.”,
“Mungkin Mbak Sasa belum tahu, jadi nggak papa sayang. Kiya malah bisa kasih contoh buat mereka, to?” ucapku sambil tersenyum.
Lagi-lagi ia hanya mengangguk.
“Terus, kenapa Kiya tadi bilang wlek wlek wlek, gitu? Ibu dengar lho.”
“Lha Mbak Sasa wlek wlek-in Kiya duluan.” jadi dengan ekspresi marah.
Kursus lembut punggungnya, dan kutatap mata indahnya, “Kiya sayang, Ibu tahu Kiya sedih karena teman Kiya meledek Kiya. Ibu ingin tahu, kalau Kiya dinakali teman, apa Kiya juga balas nakali?”
Dia menggeleng.
“Nah, kan Kiya tahu, meskipun sedih, perbuatan yang jelek tidak boleh dibalas dengan kejelekan.”
Dia pun tersenyum.
Pada tantangan komunikasi produktif hari ketiga ini, ibu belajar berempati. Ketika anak merasakan sesuatu, sedih, senang, kecewa, lelah, dan sebagainya, sebagai orang tua kita tak perlu mengalihkan perasaan mereka. Justru dengan berempati, akan membuat mereka merasa dihargai, dan meningkatkan kepercayaan mereka kepada kita.
Entah, dia paham betul atau hanya mengikuti alur. Namun, Ibu percaya, semakin sering berlatih, ia akan semakin mengerti nantinya. Terima kasih, sudah menjadi guru bagi Ibu hari ini, sayangku. đŸ˜˜
___
#hari3
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang #institutibuprofesional
#komprod
#komproddengananak
#bunsayjateng4
#komunitasonedayonepost
#ODOP_6 #Day6
Posting Komentar
Posting Komentar