header coretan ibu kiya

Aksara Cinta Part II

2 komentar
Oleh N. Purwanti

Sosok Pemuda Penuh Pesona

Sabtu yang kelabu. Sudah setengah jam berlalu, aku terdiam membisu menatap langit-langit dinding kamar.

Entah mengapa malam ini tak seperti malam-malam biasanya. Sebuah rasa yang tak mampu kuurai maknanya bersemayam dalam relung jiwa.

Dua hari yang lalu baru saja kuterima pernyataan cinta. Bukan, bukan darinya. Melainkan dari pria yang lebih matang usianya. Hahaaa … rasanya aku sudah gila. Bagaimana bisa lelaki penuh kharisma itu diam-diam menaruh hati padaku.

Meski sering bertemu, aku tak pernah dekat dengannya. Hanya selentingan kabar dari beberapa kawan tentang dirinya yang menjadi rebutan yang sesekali mampir ke telingaku.

Menurut cerita yang kudengar, dia sosok lelaki idaman. Seorang pekerja keras, dan tekun dalam beribadah. Ah entahlah, yang kutahu, dia memang terampil dalam segala bidang.

Arrgghhh … bagaimana bisa serta merta dia meminangku, padahal dia belum kenal betul siapa diriku.

"Kuberi waktu satu Minggu untukmu berpikir dan berdiskusi dengan orang tuamu. Jika iya, aku akan langsung datang ke rumahmu bersama orang tuaku." Ucapnya sore itu.

Satu Minggu? Hhah! Apa-apaan itu. Kepedean sekali dia. Memangnya siapa yang mau menerimanya? Dadaku bergemuruh mengingat aksara cinta yang dengan mudah mengalir dari mulutnya.

Bruk!
Tanpa sengaja kakiku menjatuhkan buku yang kuletakkan di tepi pembaringan. Ah buku itu!

Aku segera bangun dan mengambil buku “Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata. Buku ini baru kuterima dua hari yang lalu, sebagai hadiah dari pemuda penuh pesona itu. Iya, siapa lagi kalau bukan Rama.

Entah dari mana dia tahu hobiku membaca, bahkan sampai penulis favoritku pun ia ketahui. Hiii … seperti inikah rasanya memiliki sasaeng di dunia nyata. Aku bergidik ngeri.

***

Terdengar alunan lembut 'You are my everything' Gummy dari gawaiku. Lia? Tumben malam minggu begini dia meneleponku, biasanya juga asyik menikmati hari bersama kekasihnya.

“Assalamualaikum. Ada apa say? Tumben telepon, nggak malam mingguan?” tanyaku penasaran.

“Hahaaa … nggak say. Di rumah aja nih. Oiya, tadi Rama whatsapp aku, nanyain rumahmu say. …”

“Terus … terus? Kamu kasih tahu?” tanyaku tak sabar sambil menegakkan posisi dudukku di tempat tidur.

“Haisss … ya nggaklah. Gila apa, mana berani aku membagikan informasi tanpa seizinmu. Btw, Kamu lagi apa?”

“Tiduran aja nih. Nggak ada kerjaan.” jawabku sedikit kecewa.

“Kok nadanya berubah gitu. Jangan-jangan kamu kecewa ya, aku nggak ngasih tahu alamatmu ke Rama? Jangan-jangan kamu …”

“What? Yang benar saja. Masa iya aku suka sama Rama. Nggaklah say, dia berondong Cyin.” jawabku serta merta.

Jantungku mendadak berdegup kencang, tak mampu kukendalikan. Andai saja ada pengeras suara di sini, barangkali suara jantungku bisa terdengar hingga ujung telepon di seberang.

Ah, ada apa lagi dengan hatiku, apa iya dia tidak menarik? Dibanding Roy yang meminangku, jelaslah dia lebih memesona. Tapi, mana mungkin …

Say … kamu masih di situ kan?” suara Lia membuyarkan gejolak hatiku.

“Masihlah. Kenapa say?”

“Gini, aku telepon karena kepikiran soal Rama yang gigihnya minta ampun itu. Kamu tahu sendiri kan, dia kalau sudah punya keinginan akan mengusahakan semaksimal mungkin untuk mendapatkannya. Nah, kok aku takut kalau-kalau dia tetap mencari tahu alamatmu entah bagaimana caranya, makanya kamu siap-siap aja. Barangkali dia tiba-tiba mengunjungimu malam ini. …”

“Non, ada tamu.” suara Bi Leli terdengar menggelegar dari luar kamar.

“Ya Bi, sebentar.” Aku segera berlari turun masih dengan gawai menempel di telinga.

“Nggak mungkinlah say. Kamu tenang aja. Aku tahu, kamu khawatir aku benar-benar jatuh cinta sama dia kan? Nggaklah say, mana mungkin aku jatuh cinta sama anakku sendiri, dan mengorbankan surat tugasku hanya karena perkara ini.” jawabku mencoba mengerti kekhawatiran sahabatku itu.

“Iya say, sebenarnya nggak papa sih. Soal cinta itu kan soal hati. Tapi kamu kan tahu sendiri, kalau sampai beredar kabar tentang kedekatanmu saja di sekolah, entah apa masalah yang akan ditimpakan padamu oleh Bu Rosa … aku tidak mau kamu diminta memilih lagi. Ngerti kan say? … Say? … Hallo …”

Aku hanya bisa diam membisu, mendengar suara Lia yang terus menerus memanggilku. Sementara di hadapanku telah berdiri sosok pemuda penuh pesona itu.

🌸🌸🌸

___
#TantanganODOP2 #fiksi
#AksaraCinta #part2
#ODOPBatch6 #ODOP_6 #Day17
Nining Purwanti
Selamat datang di blog Ibu Kiya. Ibu pembelajar yang suka baca, kulineran, jalan-jalan, dan nonton drama Korea. Selamat menikmati kumpulan coretan ibu Kiya, semoga ada manfaat yang didapat ya. ��

Related Posts

2 komentar

  1. Sukak, lagi bw ke tantangan odop nih mbak, nyati inspirasi. Makin enak mbak dibaca tulisannya. Jam terbang bener2 gak bisa bohong ya, semangat 💪

    BalasHapus
    Balasan
    1. Whuaaaa ... Makasih mama duo A, pagi-pagi sudah mampir ke sini. 😘😘😘

      Hapus

Posting Komentar