header coretan ibu kiya

Canting - Filosofi Jawa Penggugah Jiwa

4 komentar
Review novel
Canting - Filosofi Jawa Penggugah Jiwa

Dedalane guna lawan sekti, kudu andhap asor. Wani ngalah dhuwur wekasane, tumungkula yen dipun dukani. Bapang den simpangi, ana catur mungkur.

(Inilah jalan agar orang dapat berguna dalam hidupnya, harus rendah hati. Mengalah itu akan mendatangkan kemuliaan, tundukkanlah wajahmu jika engkau dimarahi. Perbuatan yang merugikan orang lain harus dihindari, tinggalkanlah sikap suka membicarakan orang lain.) [Mijil, Tembang Macapat]


Lahir di sebuah desa kecil yang masih kental dengan budaya Jawa membuat saya selalu tertarik untuk mengetahui adat dan segala filosofinya. Meski tidak menekuni secara khusus juga. ✌

Dipertemukan dengan novel canting yang kental dengan filosofi dan kisah yang njawani seolah mengajak saya kembali ke kampung halaman. Paling tidak bernostalgia ke masa silam, atau sekadar mengingatkan saya pada masa sekolah di mana mempelajari bahasa Jawa dan budayanya masih menjadi bagian mata pelajaran pokok (mulok utama) yang harus dimengerti. Ketahuan kan, kalau angkatan lama. πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Kembali ke topik utama. Sebelum mengulas lebih jauh mengenai si canting, ada baiknya simak sinopsisnya terlebih dahulu. πŸ˜‰

🌸🌸🌸

Identitas Buku


Judul Buku : Canting - Gusti Paring Pitedah, Bisa Liwat Bungan Bisa Liwat Susah
Penulis : Fissilmi Hamida
Penerbit : KMO Publishing
Kota Terbit : Cirebon
Tahun Terbit : 2018
Jumlah Halaman : xii + 364 hlm.
ISBN : 978-602-50441-5-1

Burlb :


Kamu tahu canting, kan?
Benar … Canting, alat untuk membatik.

Adalah Sekar. Sekar Kinasih. Gadis desa nan rupawan, pembatik handal, buruh batik di tempat keluarga Hadi Suwito. Kepiawaiannya paripurna, membuat siapapun tergila-gila pada motif batik buatannya. Termasuk Hadi Suwito, yang tak hanya jatuh cinta pada motif batiknya, namun juga jatuh cinta padanya.

Dunia Sekar serasa diterpa badai maha dahsyat, saat sang ayah memutuskan untuk menerima lamaran Hadi Suwito. Sekar merasa dunianya hancur. 18 tahun usianya, masih banyak yang ingin dicapainya. Tapi, ia harus menikahi lelaki yang usianya 10 tahun di atasnya. Selain itu, perbedaan status sosial antara Hadi dan dirinya terus mengganggu pikirannya. Akankah ia mampu melewati masalah demi masalah yang mungkin saja tercipta karena status sosialnya yang berbeda?

Namun, berlalunya hari membuat Sekar menyadari, bahwa seperti halnya canting yang dipegangnya, dan kain mori putih yang terhampar di depannya, ia bagaikan canting yang hendak melukis keindahan di atas kain mori putih. Aku banyak cara dan motif untuk melukiskan keindahan di atasnya. Begitupula kehidupan ini. Ada banyak cara untuk menjadi bahagia.

Sekar mencoba menggerakkan cantingnya, untuk melukis bahagia atas apa yang telah digariskan.

🌸🌸🌸

Sosok Sekar dengan segala permasalahannya. Begitulah yang nyata terjadi di tanah Jawa. Sebenarnya konflik yang umum, yang (mungkin) bisa terjadi juga di daerah lain.

Bagi masyarakat Jawa memilih pasangan hidup bukan menjadi hak anak semata. Terlebih bagi yang wanita. Mereka tak punya banyak kesempatan untuk berbicara, termasuk dalam menentukan pilihan hatinya. Tunduk pada Bapak menjadi bentuk kepatuhan yang tak bisa dihindari.

Sedihnya, zaman dulu, atau bahkan sampai sekarang juga masih ada yang memegang teguh pendirian ini. Seorang Bapak, pada umumnya begitu keras terhadap anak wanitanya. Pendidikan bukanlah hal utama yang menjadi perhatian mereka. Karena kehidupan wanita hanya akan berakhir di dapur dan kasur semata.

Kelebihan dalam novel canting ini terletak pada tutur bahasa dan munculnya petuah-petuah Jawa yang disampaikan melalui dialog Sekar dengan Simbok maupun Hadi Suwito. Pesan-pesan moral itu tersampaikan dengan apik tanpa kesan menggurui.

Penulis mampu mengolah kisah perjodohan mejadi lebih luas, dan berbeda dari cerita kebanyakan. Meski dijodohkan, kehidupan Sekar tak lantas menjadi pahit dan penuh penderitaan. Perbedaan status dan usia menimbulkan berbagai konflik yang menggemaskan. Apalagi dengan munculnya orang ketiga (Ajeng) yang secara terang-terangan meminta Sekar untuk berbagi hati dan raga suaminya.

Tak hanya sampai di situ. Kebakaran gudang kain milik keluarga, membuat Hadi mengalami kecelakaan, patah tulang, dan terpuruk. Di saat keadaan sudah membaik, Sekar malah lari dari rumah tanpa kejelasan.

Selalu muncul pertanyaan demi pertanyaan dari setiap babnya. Akankah Sekar mau berbagi hati suaminya untuk Ajeng? Mampukah Hadi bangkit dari keterpurukannya? Apa dan siapa yang menyebabkan Sekar menghilang? Bagaimana akhir perjuangan kisah cinta Sekar Hadi yang tiada henti dihantam badai kehidupan?

Sebuah novel yang mampu mengaduk emosi dan membuat pembaca tak ingin berhenti hingga lembar akhir novel ini. Selamat membaca. πŸ“š


___

#TantanganReviewNovel
#fiksi
#komunitasonedayonepost

Nining Purwanti
Selamat datang di blog Ibu Kiya. Ibu pembelajar yang suka baca, kulineran, jalan-jalan, dan nonton drama Korea. Selamat menikmati kumpulan coretan ibu Kiya, semoga ada manfaat yang didapat ya. ��

Related Posts

4 komentar

  1. Balasan
    1. Baca, Mbak. Keren kok bukunya .😍😍😍

      Hapus
  2. Balasan
    1. Ya Allah, maafkan telat balas. πŸ™
      Kurang tahu, tapi bisa pesan di toko Asma Nadia, Mas. Karena ini buku KMO. 😊

      Hapus

Posting Komentar