header coretan ibu kiya

One Day One Post, Kenapa Harus?

10 komentar
Komunitas ODOP
Komunitas ODOP

Seseorang yang berhenti belajar adalah orang lanjut usia, meskipun umurnya masih remaja. Seseorang yang tidak pernah berhenti belajar akan selamanya menjadi pemuda.– Henry Ford

Yuhuuu … Ibu Kiya balik lagi. Kali ini mau jawab pertanyaan man teman yang sering menghantuiku akhir-akhir ini. Jadi ya, semenjak memunculkan hastag komunitasonedayonepost di tiap tulisan, aku diberondong pertanyaan. Mulai dari apa itu ODOP, siapa itu yang punya ODOP, kegiatannya ngapain aja, kapan, di mana, sampai bagaimana caranya gabung di ODOP. Lengkap banget kan, wes memenuhi unsur 5w1H. Serasa wawancara resmi saja. πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Sebenarnya sudah pasti kujawab semua pertanyaan mereka, tapi kok yang nanya terus menerus bertambah saja. Daripada jari Ibu Kiya keriting wapriin satu persatu, kurangkum saja dalam tulisan ini. Simak baek-baek ya. πŸ˜‰

Jadi … awal mula nyemplung ke ODOP ini aku salah persepsi, Gaes. Haaahaaa ….

Singkat cerita, waktu itu ikutan camping bersama Keluarga SAHABAD. Salah satu kegiatannya, tes bakat. Dari hasil tes itu ketahuanlah bakat terpendamku yang selama ini terbengkalai, bahkan hampir tak kukenali karena tak punya rasa percaya diri. Ecieee ….

Nah, sang pembimbing ini menyarankan untuk ikut kelas Odop, katanya banyak penulis lahir dari komunitas tersebut. Tanpa banyak tanya, berselancarlah aku di dunia maya. Taraaa … nemulah @komunitas.odop.

Tapi ya, ini komunitas ditunggu-tunggu kok nggak pernah bukaan. Wkwkwkk … istilahnya kaya orang mau lahiran aja. #abaikan. Padahal, menurut cerita … komunitas odop yang direkomendasikan itu kelasnya terbuka setiap saat setiap waktu.

Weh lahdalah … selidik punya selidik, ternyata ada kelas Odop yang lain. Namanya Odop99, yang dibuat oleh Buibuk kece dari Institut Ibu Profesional. (Nanti akan kutuliskan perbedaannya di coretan ibu Kiya yang lain ya.) πŸ˜‰

Yawes kepalang tanggung sudah kadung follow, akhirnya aku memilih untuk nyemplung di keduanya.

Pertama kali kenal sama admin kece ODOP itu saat buka kelas Ramadan Writing Challenge (RWC). Mampu menyelesaikan 30 hari tantangan menulis selama bulan Ramadan itu jadi prestasi tersendiri. Meski harus rapelan dan ngos-ngosan.

Alhamdulillah, dari kelas ini punya saudara baru dari berbagai wilayah nusantara. Karena peran PJ yang mengayomi, dan perhatian banget, persaudaraan kami makin lekat. Tak terpisahkan wes istilah kerennya. Lebih amaze, ketika kami mampu melahirkan antologi BIRAMA RONA BUDAYA. 😍

Kegiatan menulis selama 30 hari itu menjadi candu. Begitu tahu komunitas.odop buka kelas, kami pun berbondong-bondong ikutan. Alhamdulillah, lolos seleksi dan bisa masuk kelas pra odop. Aih, seneng banget rasanya. Karena saingan yang ikut seleksi banyak lhoh ternyata.

Oiya, untuk bisa masuk ODOP tidak dipungut biaya sepeser pun. Inget ya. Jadi geratisss tis. Karena pertanyaan yang sering muncul kalau dengar kelas menulis, pasti “Biayanya berapa?”. πŸ˜…

Waktu itu syarat masuknya harus membuat sebuah tulisan di blog dengan tema 'Aku dan Kenangan Tak Terlupakan”. Saat di pra ODOP, kita harus menulis di blog selama dua bulan full. Keren kan. πŸ˜†

Selama dua bulan itu, seminggu dua kali kami dapat materi. Senin materi tentang fiksi, Jumat materi non-fiksi. Tema dan pembicara jelas beda tiap minggunya. Karena kelas inilah aku jadi mengenal berbagai jenis tulisan yang selama ini enggak pernah terbersit dalam benak, atau hanya sekadar tahu  istilahnya saja.

Nah, tulisannya tentang apa tuh tiap harinya? Bebas, Gaes. Yang penting, nulis minimal 300 kata. Kecuali kalau habis materi, pasti ada tugas tantangan yang harus dikerjakan. Sebagaimana pepatah, “Ilmu itu tak akan berarti apa-apa, dan akan lenyap jika tidak dipraktikkan.” Jadi, apa yang kita pelajari langsung kita aplikasikan. πŸ˜‰

Satu yang perlu diingat, tiap hari Senin akan diadakan sweeping. Peserta yang tidak menyelesaikan tantangan dan tugas harian langsung di-kick dari kelas. Hihihiii … jadi, pastikan lunas tugas sebelum hari Senin yes.

Terus, kalau sudah selesai tugas selama dua bulan, kelar langsung jadi keluarga besar ODOP gitu? Aihhh … enggak dong. Kami masih kena gojlok di kelas penjurusan. Etdah, istilahnya macam anak kuliah beneran. πŸ˜‚πŸ˜‚πŸ˜‚

Selanjutnya, kami diminta memilih kelas penjurusan, fiksi atau non-fiksi. Jangan sampai salah pilih ya, karena enggak ada kesempatan untuk pindah kelas. Aku milihnya kelas fiksi, jadi jangan tanya apa yang dipelajari di kelas non-fiksi ya. πŸ˜…

Kelas fiksi berlangsung selama hampir dua bulan. Mantap enggak tuh. Super kenyang pokoknya mah, belajar di ODOP itu.

Kegiatannya sama, tapi sekarang lebih fokus. Setoran harus tulisan fiksi, materi yang didapat pun tentang fiksi semua. Mulai dari unsur intrinsik, genre, dan belajar menilai tulisan fiksi orang lain (baik berupa film, atau cerita pendek yang terdapat di laman lakon hidup).

Ya Allah, rasanya kalau disuruh menceritakan tentang ODOP ini gak ada habisnya deh. Kalau ditanya apa yang membuat aku suka dan jatuh cinta sejatuhya jatuhnya dengan ODOP itu karena,

1. TIDAK PELIT ILMU

Ini yang paling suka dari ODOP. Meski kelasnya gratis, tapi ilmu yang diberikan bukan ilmu recehan. Bahkan, bisa dibilang, dari berbagai kelas menulis yang aku ikuti, dan semua itu berbayar. Justru ODOP-lah yang paling loma. Jempol empat deh pokoknya.

2. RUMAH UNTUK SIAPA SAJA

Alasan kedua tentu karena nyaman. Di ODOP, aku merasakan kekeluargaan yang nyata. Tanpa ada pembatas antara senior dan junior, golongan A dan B, generasi tua dan muda, agama X maupun Z. Semua sama, belajar menjadi penulis yang baik. Jadi, tak pernah sekalipun terjadi penggiringan opini, pemaksaan kehendak, doktrinasi suatu paham, dan sejenisnya.

Emang di kelas lain ada? Owh, jangan salah. Di zaman politik saat ini sungguh ngeri. Banyak penyusupan terjadi di mana-mana. Tak terkecuali kelas kepenulisan. Dan sejauh ini, baru ODOP yang memberiku kenyamanan. Semoga terus seperti ini. πŸ˜‡

3. BAIK DAN KEREN PJ-NYA

Nah, ini faktor penting juga. Ketua yang lebih akrab dipanggil PakKet, dan jajarannya kece badai. Sudah punya karya, baik buku solo, antologi, maupun torehan prestasi di berbagai media massa. Namun, mereka sungguh mengayomi. Bisa nyatu setiap ada forum diskusi, mau berbagi ilmu apa saja yang dimiliki, nggak ada istilah jaim, atau sikap dan tutur yang membuat suasana jadi kaku. Ngalir terus kelasnya. Asyik dan seru lah pokoknya.

Jadi, sudah paham kan kenapa harus ODOP? Yang mau ikutan kelasnya, tunggu oprec lagi ya. Jangan tanya kapan, karena hanya admin kece dan Allah SWT saja yang tahu. Saya mah masih remahan rengginang di sini. Sambil menanti, ada baiknya follow medsos si ODOP aja. Biar enggak ketinggalan infonya. πŸ˜‰



Nining Purwanti
Selamat datang di blog Ibu Kiya. Ibu pembelajar yang suka baca, kulineran, jalan-jalan, dan nonton drama Korea. Selamat menikmati kumpulan coretan ibu Kiya, semoga ada manfaat yang didapat ya. ��

Related Posts

10 komentar

  1. Balasan
    1. Hiksss ... Aku juga mbak. Makasih mbak Wid sayang. 😘😘😘

      Hapus
  2. Balasan
    1. Masih, recehan dibanding Cikgu Gilang. πŸ™πŸ˜Š

      Hapus
  3. Balasan
    1. Makasih, Mbak Kiki sayang. Belajar banyak darimu. 😘😘😘

      Hapus
  4. Keren!! Kamu menyuarakan semua apa isi hati dan pikiranku tentang ODOP, mbak.. πŸ˜†πŸ˜†

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kita sepemikiran dong, Mbak. Asyikkk ... Makasih sudah mampir, Mbak. πŸ™πŸ˜˜

      Hapus

Posting Komentar